5 Mitos Vaksinasi Campak yang Salah Kaprah, Orang Tua Wajib Pahami Fakta Sebenarnya!

Jakarta –
Wabah Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, kembali mengingatkan masyarakat akan urgensi imunisasi dalam mencegah penyebaran penyakit dan komplikasi serius. Data menunjukkan, sebagian besar korban adalah anak balita yang belum pernah mendapatkan vaksinasi campak atau imunisasi dasar lainnya.

“Kasus kematian yang terjadi umumnya dialami oleh anak-anak tanpa riwayat imunisasi, baik campak maupun vaksin lainnya,” jelas Aji Mulawarman, Kepala Biro Komunikasi Kementerian Kesehatan RI, dalam keterangannya kepada detikcom, Senin (25/8/2025).

Menurut laporan WHO 2023, sekitar 14,5 juta anak di dunia tidak memperoleh imunisasi sama sekali (*zero dose*). Indonesia sendiri menempati peringkat keenam dengan 1.356.367 anak yang belum menerima imunisasi dasar selama periode 2019–2023.

Survei Kesehatan Indonesia 2023 mengungkap alasan di balik rendahnya cakupan imunisasi: 47% keluarga melarang anaknya divaksin, 45% khawatir efek samping, 23% tidak mengetahui jadwal imunisasi, dan 22% menganggap vaksinasi tidak penting.

Padahal, vaksin campak telah terbukti ampuh mencegah penyakit yang berpotensi fatal. Sayangnya, mitos-mitos keliru masih menghantui banyak orang tua, membuat mereka enggan memberikan imunisasi kepada anak. Berikut beberapa mitos seputar vaksin campak beserta fakta ilmiahnya.

### 1. Mitos: Vaksin Campak Menyebabkan Autisme
Berbagai penelitian selama puluhan tahun membuktikan tidak ada kaitan antara vaksin MMR (campak, gondongan, rubella) dengan autisme. Vaksin ini telah lolos uji keamanan oleh BPOM, memenuhi standar WHO, dan direkomendasikan oleh NITAG (*National Immunization Technical Advisory Groups*). Namun, informasi salah masih beredar dan menimbulkan kekhawatiran yang tidak berdasar.

### 2. Mitos: Terkena Campak Lebih Aman Daripada Divaksin
Fakta menunjukkan, infeksi campak justru berisiko tinggi menyebabkan pneumonia, radang otak, hingga kematian. Sementara itu, vaksin MMR memberikan kekebalan jangka panjang tanpa efek berbahaya. Memang, infeksi alami bisa membentuk imunitas, tetapi konsekuensinya jauh lebih berat bagi kesehatan anak.

### 3. Mitos: ASI Dapat Menggantikan Vaksin
Meski ASI mengandung antibodi yang mendukung sistem imun anak, perlindungannya bersifat umum. Untuk penyakit spesifik seperti campak, imunisasi tetap wajib diberikan karena ASI tidak mampu memberikan kekebalan yang cukup.

### 4. Mitos: Anak Sehat Tidak Perlu Vaksin
Sistem imun anak di bawah dua tahun belum sempurna, sekalipun terlihat sehat dan tumbuh normal. Selain itu, penyakit menular bisa datang kapan saja tanpa bisa diprediksi. Karena itu, imunisasi penting diberikan sebagai langkah pencegahan, baik untuk anak sehat maupun yang memiliki kondisi khusus.

### 5. Mitos: Imunisasi Selalu Menyebabkan Demam
Tidak selalu. Demam ringan pasca-imunisasi adalah reaksi normal yang menandakan tubuh merespons vaksin dengan baik. Artinya, vaksin bekerja sebagaimana mestinya. Namun, tidak semua anak mengalaminya, tergantung kondisi fisik masing-masing.

Previous post 5 Langkah Ampuh Mengolah Kumis Kucing sebagai Obat Alami Penyakit
Next post Minum Air Putih di Malam Hari Picu Kerusakan Ginjal? Simak Penjelasan Dokter Urologi!