
Misi Penuh Nyali: Kisah Evakuasi Pendaki Brasil dari Jurang Rinjani
Malam di Gunung Rinjani tak sekadar gelap—gerimis dan kabut tipis menyelimuti langit, menambah kesan suram. Di kedalaman 600 meter, tepat di bibir Danau Segara Anak, empat anggota tim evakuasi bergantung di tebing yang rapuh. Di samping mereka, terbaring jenazah Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang hilang sejak 21 Juni 2025.
Ini bukan sekadar operasi penyelamatan biasa. Ini adalah ujian nyali, ketahanan fisik, dan keteguhan hati di medan yang nyaris mustahil.
Menantang Tebing dan Ancaman Longsor
Syamsul Fadli, atau yang akrab disapa Otong, mengenang detik-detik genting saat ia dan tim harus menuruni lereng terjal yang dipenuhi batu dan pasir gampang longsor.
“Setiap langkah memicu longsoran. Tak hanya pasir, tapi juga batu—dari yang kecil hingga seukuran kepala manusia,” ujarnya kepada beritaraga.id
Sebelum Otong, rekannya, Agam, telah lebih dulu mencapai lokasi Juliana. Dialah yang pertama kali menemukan dan memastikan nasib tragis pendaki Brasil itu. Julukan “pahlawan” pun disematkan netizen Brasil padanya.
Otong dan dua anggota lain kemudian bergabung. Mereka memutuskan bermalam di tebing curam itu—bukan tanpa risiko, tetapi karena evakuasi di kegelapan terlalu berbahaya. Mereka tak ingin jenazah Juliana terjatuh lebih dalam.
“Tidur di jurang sambil menjaga jenazah sangat menegangkan. Konturnya labil, tanahnya mudah bergerak,” kenang Otong.
Malam Penuh Dingin dan Ketegangan
Agam membagikan momen itu lewat unggahan Instagram. Dalam video tersebut, ia terlihat menggantung di tebing, tangan lihai mengatur tali untuk proses evakuasi. Satu malam ia habiskan di sana, bersama Juliana.
“Kami menginap di pinggir tebing setinggi 590 meter, memasang anchor agar tidak terjerembap ke jurang lebih dalam,” tulisnya.
Pagi tanggal 25 Juni 2025, evakuasi dimulai. Tali ditarik perlahan dengan bantuan sistem pulley. Butuh waktu hingga pukul 14.00 WITA untuk mengangkat jenazah dari dasar jurang. Setiap tarikan berpotensi memicu longsoran, namun mereka terus maju.
Pukul 15.20 WITA, jenazah Juliana akhirnya tiba di Cemara Nunggal. Tim SAR langsung bergerak cepat menuruni jalur Sembalun. Pada pukul 20.00 WITA, ambulans membawanya ke Pos Bukit Tiga Sembalun.
Tangis dan pelukan menyambut para penyelamat yang telah mempertaruhkan nyawa demi tugas kemanusiaan ini.
Penghormatan Terakhir bagi Juliana
Gerimis menyambut ambulans yang membawa jenazah Juliana ke Posko SAR. Tiba-tiba, suara dalam bahasa Inggris terdengar: *”No picture, no photo, no video, this is privacy.”*
Itu adalah permintaan keluarga Juliana agar media dan warga tidak mengambil gambar jenazah. Tim TNI dan Brimob sigap menjaga, memastikan privasi keluarga terhormati. Jenazah kemudian dibawa ke RS Bhayangkara Polda NTB untuk autopsi sebelum dipulangkan ke Brasil.
Evakuasi Juliana bukan sekadar soal teknik penyelamatan, melainkan juga tentang keberanian, solidaritas, dan penghormatan pada nyawa manusia. Dari puncak Rinjani hingga layar ponsel di Brasil, kisah ini tersebar sebagai pengingat: di balik bahaya dan duka, selalu ada orang-orang yang rela bertaruh nyawa demi kemanusiaan.
Dan Rinjani, saksi bisu tragedi ini, akan selalu menyimpan cerita tentang angin malam, tebing berdebu, dan sekelompok manusia yang tak pernah menyerah—meski harus berhadapan dengan takdir.