Waspada Chikungunya di China-Singapura, Bagaimana dengan Indonesia? Ini Kata Kemenkes

Kasus Chikungunya Melonjak di Singapura, Bagaimana dengan Indonesia?

Dalam setahun terakhir, jumlah kasus chikungunya di Singapura melonjak dua kali lipat, memicu kewaspadaan yang lebih tinggi. Fenomena serupa juga terjadi di sejumlah negara lain, termasuk China, yang mencatat lebih dari 7.000 kasus hingga memerlukan perawatan medis. Tak hanya itu, Amerika Serikat turut meningkatkan peringatan perjalanan ke negara-negara terdampak, termasuk China, dengan imbauan bagi pelancong untuk waspada terhadap potensi penularan virus.

Lalu, Bagaimana Situasi di Indonesia?

Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, Indonesia belum mencatat tren kenaikan kasus chikungunya. Justru, dalam dua bulan terakhir, angka kasus menunjukkan penurunan. Namun, jika dilihat sejak awal 2025, khususnya pada pekan pertama hingga pekan ke-9, jumlah suspek chikungunya jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun 2023 dan 2024.

_”Hal ini sejalan dengan pola musim penghujan di Indonesia, sehingga perlu diwaspadai adanya kenaikan kasus dalam minggu-minggu mendatang. Meski begitu, saat ini tren menunjukkan penurunan dalam dua bulan terakhir,”_ jelas Aji kepada wartawan, Senin (11/8/2025).

Salah satu faktor peningkatan kasus diduga terkait musim hujan yang mendorong perkembangbiakan nyamuk pembawa virus. Menyikapi hal ini, Kemenkes menekankan pentingnya intervensi pengendalian vektor untuk mencegah penyebaran lebih luas.

Mengenal Gejala Chikungunya

Berdasarkan informasi dari _US Centers for Disease Control and Prevention (CDC)_, sebagian besar orang yang terinfeksi chikungunya akan mengalami gejala dalam 3–7 hari setelah digigit nyamuk pembawa virus. Gejala utama yang umum muncul adalah demam dan nyeri sendi. Selain itu, penderita juga bisa merasakan sakit kepala, nyeri otot, pembengkakan sendi, atau ruam kulit.

Kelompok yang berisiko mengalami gejala lebih berat meliputi bayi baru lahir, lansia, serta orang dengan kondisi medis seperti hipertensi, diabetes, atau penyakit jantung. Meski kebanyakan pasien pulih dalam seminggu, nyeri sendi dapat bertahan lebih lama—bahkan berbulan-bulan—dan bersifat melumpuhkan.

Previous post 5 Provinsi dengan Kasus Chikungunya Tertinggi di Indonesia, Jawa Barat Puncaki Daftar!
Next post Le Minerale Raih Gelar Brand Favorit Gen Z di Youth Choice Award 2025