“Krisis Cicilan di RI: Alarm Merah bagi Stabilitas Ekonomi Nasional”

Geliat Ekonomi Tertekan: Cicilan Kendaraan Makin Sulit Dibayar, Ini Dampaknya

Masyarakat Indonesia mulai merasakan betapa beratnya memenuhi cicilan kendaraan belakangan ini. Fenomena ini menjadi sinyal jelas bahwa tekanan ekonomi rumah tangga semakin terasa, terutama di tengah lonjakan biaya hidup yang tak terbendung.

Data terbaru dari PT CIMB Niaga Auto Finance (CNAF) menunjukkan peningkatan rasio kredit bermasalah (*non-performing financing*/NPF) pada pembiayaan mobil. Di semester I 2025, angka NPF mencapai 1,48%, naik 0,06 basis poin (bps) dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (1,42%).

“Kondisi makroekonomi yang masih kontraksi berdampak langsung pada daya beli dan kemampuan bayar masyarakat,” jelas Ristiawan Suherman, Presiden Direktur CNAF, dalam keterangannya pada Kamis (14/8/2025).

Dukungan atas pelemahan daya beli juga terlihat dari data Gaikindo. Penjualan ritel kendaraan turun 10%, dari 432.453 unit di semester I 2024 menjadi 390.461 unit di semester I 2025.

Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menyoroti bahwa masyarakat kini tak lagi mengandalkan tabungan, melainkan hidup dari pinjaman dan menggadaikan aset. “Kredit macet ini adalah lampu kuning bagi kondisi riil perekonomian Indonesia,” ujarnya.

Menurut Bhima, banyak masyarakat yang awalnya optimis dengan pemulihan ekonomi pascapandemi justru terjebak dalam kesulitan finansial. “Di 2022, banyak yang yakin ekonomi membaik, tapi kenyataannya malah memburuk. Akhirnya, cicilan motor atau mobil yang diambil untuk 3 tahun pun jadi beban berat,” tambahnya.

Strategi Mengambil Cicilan Tanpa Terjebak Utang

Memutuskan untuk mengajukan kredit kendaraan harus dilakukan dengan perhitungan matang. Salah satu kunci utamanya adalah menjaga rasio utang tidak melebihi 35% dari penghasilan bulanan.

“Angka 35% ini mencakup semua cicilan, mulai dari KPR, kendaraan, hingga utang lainnya. Pastikan total cicilan bulanan belum melewati batas sebelum mengambil pinjaman baru,” saran Tejasari Asad, Perencana Keuangan dari Tatadana Consulting.

Jika rasio sudah di atas 35%, solusinya adalah memilih kendaraan lebih murah atau melunasi utang lain terlebih dahulu. Bagi yang sudah terlanjur terbebani, Teja menyarankan untuk segera menyelesaikan utang konsumtif dan mengurangi belanja impulsif.

“Jika pengeluaran tak bisa dipangkas lagi, ajukan reschedule cicilan dengan memperpanjang tenor. Dengan begitu, angsuran bulanan bisa lebih ringan,” tambahnya.

Sementara itu, Andy Nugroho, Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia, menekankan bahwa porsi cicilan idealnya maksimal 30% dari pendapatan. “Pilih mobil sesuai kemampuan. Jika sudah ada cicilan lain, turunkan nilai pembiayaan mobil agar total cicilan tidak melebihi 30%,” pesannya.

Previous post “Pemilik Gerai Halal Tangkap Merpati Pakai Tangan Kosong, Aksi Ini Bikin Netizen Terpukau!”
Next post “LPS Financial Festival Medan: Belajar Investasi dari Pengusaha & Bankir Top, Segera Daftar Sekarang!”