“Truk ODOL Masih Marak? Ini Alasan Sopir Sering Jadi Korban Palak!”

Truk dengan muatan dan dimensi berlebih (ODOL) masih sering terlihat melintas di jalan raya, meskipun seharusnya menjadi sorotan penegakan hukum. Ternyata, salah satu faktor yang memicu fenomena ini adalah maraknya praktik pungutan liar (pungli) yang membebani para pengemudi dan pengusaha angkutan.

Keluhan Sopir Truk Terkait Pungli

Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, mengungkapkan banyaknya keluhan dari sopir truk mengenai pungli di berbagai titik. Misalnya, di sepanjang Tol Cikampek hingga Kramat Jati, sopir truk besar kerap dipaksa membayar Rp 200 ribu kepada oknum preman. Bahkan, saat beristirahat di bahu jalan setelah gerbang tol, mereka masih dikenai pungutan oleh petugas tol. “Keluhan ini pernah dilaporkan ke direksi, tetapi hingga kini belum ada tindakan tegas,” ujar Djoko.

Praktik Pungli di Berbagai Lokasi

Komunitas sopir truk juga menceritakan bahwa pungli terjadi di berbagai tempat. Jika di bahu jalan mereka harus berurusan dengan oknum petugas jalan raya (PJR), di rest area mereka justru ditagih oleh satpam setempat. Pengusaha angkutan barang mengaku, di sekitar Tanjung Priok terdapat jalur menuju gudang yang mengharuskan pengemudi membayar Rp 100 ribu dengan stempel RT setempat. Sementara itu, pengangkutan sayuran dari Garut ke Pasar Kramat Jati memerlukan setidaknya Rp 175 ribu untuk melewati 5-6 titik pungli.

Dampak Pungli pada Biaya Logistik

Djoko menegaskan bahwa bukan hanya sopir, pemilik barang dan pengusaha pun menjadi korban pungli dengan nilai yang lebih besar. Praktik ini turut mendongkrak ongkos logistik secara signifikan. “Diperkirakan, pungli menambah beban biaya angkut logistik sebesar 15-20 persen. Pelakunya beragam, mulai dari yang menggunakan seragam resmi hingga yang tidak memakai identitas sama sekali,” jelasnya.

Menurut pengusaha truk, ongkos logistik di Indonesia sudah lebih mahal dibandingkan Thailand. Oleh karena itu, Djoko mendorong agar pemberantasan pungli dimasukkan dalam program Zero ODOL yang sedang digarap Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah.

Kerugian Besar bagi Pengusaha Truk

Data dari Asosiasi Pengusaha menyebutkan, truk dengan ritase padat bisa menghabiskan Rp 120–150 juta per tahun untuk biaya pungli. Jika dirata-rata, pengeluaran ini mencapai Rp 10–12 juta per bulan. “Dari proses pengangkutan hingga bongkar muat, selalu ada pungli. Pemerintah fokus memberantas ODOL, tetapi kurang memperhatikan akar masalahnya, yaitu pungli,” tandas Djoko.

Previous post “Ferry Maryadi Terpeleset di Kamar Mandi: Kronologi Cedera hingga Operasi Sendi Belakang”
Next post “6 Kampung Wisata Tersembunyi yang Lebih Asri & Sepi dari Ciwidey!”