Penyebab dan Dampaknya bagi Dunia

Jakarta –
Minggu (24/8) menjadi hari kelam bagi Sana’a, ibu kota Yaman, setelah serangkaian serangan udara diluncurkan oleh jet tempur Israel. Menurut pernyataan resmi IDF, sasaran yang dihantam mencakup instalasi militer strategis: kompleks istana kepresidenan, dua pembangkit listrik, dan depot bahan bakar. Israel mengklaim fasilitas tersebut dimanfaatkan kelompok Houthi untuk mendukung operasi militer, termasuk pasokan listrik untuk pusat komando dan bahan bakar bagi drone.

Korban jiwa dilaporkan berjatuhan. Otoritas Houthi menyatakan setidaknya enam orang meninggal dan hampir 90 lainnya terluka, banyak di antaranya warga sipil. Dokumentasi visual dari lokasi menunjukkan tangki bahan bakar terbakar hebat dan sejumlah permukiman warga yang hancur. Serangan ini dinilai sebagai salah satu yang terparah sejak konflik antara Israel dan Houthi memanas.

### Akar Penyebab Serangan Terkini
Eskalasi ini dipicu insiden dua hari sebelumnya, tepatnya pada 22 Agustus, ketika Houthi meluncurkan rudal berisi *submunisi*—kepala peledak yang mengandung bom-bom kecil—ke wilayah Israel. Senjata jenis ini dilarang secara internasional karena risiko tinggi terhadap warga sipil.

Bagi Israel, penggunaan bom curah ini dianggap sebagai peningkatan ancaman yang signifikan. Serangan balasan mereka tidak hanya dimaksudkan untuk membalas, tetapi juga mengirim pesan: Israel akan menyerang sumber ancaman secara ofensif, bukan sekadar bertahan.

Analis independen Yaman, Hannah Porter, menyoroti perubahan pola serangan Houthi belakangan ini:
*”Yang mengkhawatirkan adalah Houthi kini memasang submunisi dalam rudal mereka. Sekalipun rudal ditembak jatuh, bom kecil di dalamnya tetap bisa meledak dan menimbulkan kerusakan, bahkan di sekitar Bandara Ben Gurion,”* jelasnya dalam wawancara dengan DW.

### Kilas Balik Konflik Israel-Houthi
Ketegangan antara kedua pihak mulai memanas pasca-serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Houthi lantas mengklaim serangan mereka sebagai bentuk solidaritas dengan Palestina. Pada 19 Oktober 2023, Angkatan Laut AS pertama kali menembak jatuh rudal Houthi di atas Laut Merah yang diduga menuju Israel.

Serangan Houthi terus berlanjut, dengan puncaknya pada 19 Juli 2024 saat sebuah drone menghantam Tel Aviv dan menewaskan seorang sipil. Israel merespons dengan menyerang posisi Houthi di Hodeida, kota pelabuhan strategis di Yaman.

*”Houthi konsisten menyerang Israel sejak Oktober 2023. Mereka bertekad melanjutkan kampanye ini, terlepas dari serangan balasan dari Israel atau AS,”* tambah Porter.

### Motivasi Dibalik Aksi Houthi
Kelompok yang menyebut diri *Ansar Allah* ini menguasai wilayah utara Yaman sejak 2014, dengan dukungan senjata dan pelatihan dari Iran. Bagi Teheran, Houthi adalah alat untuk menekan rival seperti Arab Saudi, AS, dan Israel.

Di sisi lain, Houthi memanfaatkan konflik Gaza untuk memperkuat legitimasi politik mereka. Serangan terhadap Israel dikemas sebagai pembelaan terhadap Palestina, sekaligus menarik perhatian dunia agar posisi mereka dalam perundingan damai Yaman semakin kuat.

Namun, situasi kemanusiaan di Yaman sangat memprihatinkan. Lebih dari separuh penduduk bergantung pada bantuan PBB akibat kelaparan dan sistem kesehatan yang kolaps.

### Dampak Global dari Eskalasi
Konflik ini tidak hanya berdampak regional. Sejak akhir 2023, Houthi kerap mengganggu jalur pelayaran di Laut Merah dan Selat Bab al-Mandab, memaksa kapal dagang mengambil rute lebih panjang melalui Afrika Selatan. Biaya logistik pun melambung.

AS dan Inggris merespons dengan operasi *Prosperity Guardian* untuk mengamankan jalur laut. Serangan Israel kali ini menjadi bagian dari upaya internasional membendung agresi Houthi.

*Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman*
*Diadaptasi oleh Rizki Nugraha*
*Editor: Yuniman Farid*

Previous post Legislator Dorong Aturan Ketat Pembuatan Akun Kedua di Medsos, Anjurkan RI Tiru Kebijakan China
Next post Jadwal Kejuaraan Dunia BWF 2025: 9 Partai Wakil RI di 16 Babak Besar