“Kisah Kelas Menengah: Gaji Pas-Pasan, Tabungan Menipis, Hanya Andalkan Bekal dari Rumah”

Daya Beli Kelas Menengah Terkikis: Bekal dan Penghematan Jadi Solusi

Gaji yang stagnan sementara harga kebutuhan melambung tinggi membuat daya beli masyarakat kelas menengah semakin tertekan. Tak heran, banyak yang kini memilih berhemat, bahkan dalam hal sederhana seperti urusan makan.

Bekal dari Rumah Jadi Tren Penghematan

Ekonom senior INDEF, Tauhid Ahmad, mengamati bahwa salah satu strategi penghematan yang paling terlihat adalah mengurangi makan di luar. Baik pekerja maupun mahasiswa kini lebih memilih membawa bekal atau membeli makanan murah untuk dibawa pulang.

“Saya punya mahasiswa yang bilang, ‘Pak, lebih baik bawa makan dari rumah atau beli di warung murah daripada ke mal atau tempat makan mahal. Bisa hemat Rp 10.000-15.000 per hari.’ Itu bukti nyata penghematan,” ujarnya.

Kredit Konsumsi Juga Menurun

Tak hanya soal makan, masyarakat juga mulai mengurangi belanja dengan sistem kredit. Hal ini menunjukkan ketidakpercayaan diri dalam membayar cicilan di tengah ketidakpastian ekonomi.

“Tren penggunaan kredit turun. Laju kredit perbankan sebelumnya bisa mencapai 12-13%, sekarang hanya 7-8%. Orang enggan berutang karena khawatir tidak mampu membayar,” jelas Tauhid.

Gaji Tak Sebanding dengan Kenaikan Biaya Hidup

Menurut Tauhid, penyebab utama tekanan daya beli adalah upah yang tidak meningkat secepat kenaikan harga kebutuhan. Misalnya, gaji naik dari Rp 3 juta ke Rp 3,5 juta, tetapi biaya sewa rumah dan kebutuhan lain ikut melonjak, sehingga tetap terasa kurang.

“Besaran upah sangat menentukan. Kalau penghasilan tak cukup mengejar kenaikan harga, masyarakat pasti kesulitan,” tambahnya.

Biaya Pendidikan dan Kesehatan Jadi Beban Tambahan

Tekanan ekonomi tidak hanya berasal dari harga bahan pokok, tetapi juga kebutuhan dasar lain seperti perumahan, pendidikan, dan kesehatan.

“KPR semakin tak terjangkau, apalagi di kota besar. Biaya sekolah dan berobat juga sangat mahal sekarang. Ini jadi beban berat bagi kelas menengah,” paparnya.

Tabungan Kelas Menengah Menyusut

Penurunan daya beli juga tercermin dari menipisnya simpanan masyarakat kelas menengah. Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan, simpanan di bawah Rp 100 juta turun 0,9% per Mei 2025.

Meski total simpanan di bank umum naik 0,4%, kenaikan itu didominasi oleh kalangan atas. Simpanan di bawah Rp 5 miliar justru meningkat 1%, menunjukkan ketimpangan yang semakin lebar.

“Simpanan kelas menengah menurun, sementara kelompok atas justru menabung lebih banyak. Ini tanda jelas daya beli mereka tertekan,” tegas Tauhid.

Previous post “Ikan Tercemar Plastik, Bahaya Mengintai di Piring Kita: Fakta Menakutkan Sampah Laut Indonesia”
Next post “Alasan Menarik di Balik Pembatasan Pengunjung di Pulau Surga Ini”