
“Batu Vulkanik Galunggung Melesat Jauh hingga Tasikmalaya: Kisah Letusan yang Mengejutkan”
Legenda Batu Misterius di Pendopo Tasikmalaya
Masyarakat Tasikmalaya masih meyakini sebuah cerita unik tentang batu besar yang konon berasal dari letusan Gunung Galunggung. Batu tersebut kini menjadi bagian dari kompleks Pendopo Lama Kabupaten Tasikmalaya, sebuah bangunan ikonik di Alun-alun Kota Tasikmalaya. Meski arsitekturnya bernuansa klasik, bongkahan batu berukuran sebesar kulkas dua pintu itu justru menarik perhatian banyak orang.
Batu ini dianggap sebagai penanda tragedi erupsi Gununggalunggung pada 1982. Di bagian bawahnya, terdapat ukiran pesan dari mantan Gubernur Jawa Barat, Aang Kunaefi, yang berbunyi: *”Isyarat kita harus hidup seimbang antara lahir dan batin. Di atas segala kekuasaan, ada maha kekuasaan.”* Sementara di bagian atas, Bupati Tasikmalaya kala itu, Hudly Bambang Aruman, mencantumkan catatan sejarah letusan Galunggung, termasuk intensitas erupsi tahun 1982 yang mencapai *”67 letusan besar dan 400 letusan kecil.”*
Banyak warga percaya bahwa batu ini adalah material vulkanik yang terlontar dari Gunung Galunggung dan mendarat di sekitar Pendopo. Seorang warga bernama Jamil (46) mengiyakan cerita tersebut, *”Iya, katanya batu itu terlempar ke pendopo saat Galunggung meletus.”*
Fakta di Balik Batu Prasasti
Namun, versi lain diungkapkan oleh Iding (79), mantan sopir Bupati Hudly. Menurutnya, batu itu tidak terlempar secara alami, melainkan sengaja diangkut dari kawasan Gunung Galunggung atas perintah Bupati. *”Batu itu memang material erupsi, tapi bukan terlempar ke sini. Itu dibawa pakai alat berat dan diletakkan di pendopo sebagai prasasti,”* jelasnya.
Proses pembuatan prasasti ini melibatkan seorang ahli ukir dari Galunggung dan seorang insinyur dari Bandung. Iding juga menceritakan betapa dahsyatnya dampak erupsi Galunggung saat itu. *”Sibuk sekali, saya ikut mengirim bantuan ke pengungsian. Mungkin Bupati ingin ada kenang-kenangan, makanya batu itu dibawa dan diukir,”* ujarnya.
Letusan Gunung Galunggung pada 1982 memang meninggalkan kesan mendalam. Selama hampir setahun, pemerintah dan masyarakat berjuang menangani dampaknya. Prasasti batu itu kini menjadi saksi bisu sejarah yang terus dikenang.