
“BRIN Soroti Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Masif Pulau Padar”
Pembangunan Wisata di Pulau Padar Picu Kontroversi
PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) berencana membangun 619 fasilitas wisata di Pulau Padar, kawasan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, rencana ini justru memantik penolakan dari berbagai pihak, termasuk warga lokal, aktivis, hingga pengamat lingkungan.
Ketimpangan Lahan Jadi Sorotan
Salah satu isu yang mencuat adalah ketidakadilan dalam alokasi lahan. Alimudin, warga setempat, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan Kementerian Kehutanan yang hanya memberikan 27 hektare lahan untuk 2.000 penduduk Desa Komodo, sementara perusahaan mendapat area sepuluh kali lebih luas.
*”Ini ketidakadilan agraria yang dirasakan masyarakat di sini,”* tegas Alimudin.
Dia menceritakan, dahulu warga memiliki perkebunan di Loh Liang, Pulau Komodo, namun dipindahkan demi konservasi taman nasional pada 2001. Akibatnya, akses nelayan untuk menangkap ikan pun hilang, memaksa mereka beralih profesi menjadi penyedia jasa kapal wisata. Sayangnya, kapal milik warga kerap dianggap tidak memenuhi standar keamanan, sehingga sulit bersaing dengan pemilik kapal besar.
Pembangunan Harus Perhatikan Lingkungan dan Masyarakat
Menanggapi hal ini, peneliti BRIN Destika Cahyana menegaskan bahwa pembangunan tetap bisa dilakukan selama sesuai aturan dan tidak merusak lingkungan.
*”Selama status lahannya legal, tidak masalah dibangun vila atau fasilitas lain, asal tidak ganggu habitat komodo,”* ujarnya.
Namun, dia menekankan pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam setiap kebijakan. *”Persoalan sosial sering jadi masalah utama jika tidak ditangani dengan baik,”* tambah Destika.
Dari sisi ekologi, ahli tanah ini mengingatkan agar pembangunan menjaga keseimbangan alam. *”Perlu ada proporsi antara area hijau dan bangunan untuk mencegah erosi dan kerusakan lingkungan,”* jelasnya.
Pelibatan Masyarakat Kunci Keberhasilan
Destika juga menyarankan agar pemerintah melibatkan warga secara formal, misalnya melalui koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
*”Ini justru peluang untuk meningkatkan ekonomi lokal. Taman Nasional Komodo adalah destinasi internasional, tapi manfaatnya harus dirasakan masyarakat,”* pungkasnya.
Dengan catatan, pembangunan harus tetap memprioritaskan kelestarian alam dan kesejahteraan warga sekitar.