Kelezatan Warisan Nusantara yang Kian Langka dan Terancam Punah

Jakarta –
Indonesia dikenal sebagai salah satu raksasa penghasil kopi dunia, dengan beragam jenis seperti robusta, arabika, dan liberika yang tersebar di berbagai daerah. Salah satu yang mencuri perhatian adalah kopi arabika dari Bajawa, Flores, Nusa Tenggara Timur. Sayangnya, perubahan iklim kini mengancam kelestarian biji kopi khas daerah tersebut.

Meski memiliki cita rasa yang diakui secara internasional, produksi kopi Flores belakangan mengalami penurunan drastis. Padahal, kopi ini telah menjadi kebanggaan masyarakat setempat selama ratusan tahun.

Fakta Menarik Kopi Flores yang Mendunia

5 Fakta Kopi Flores Bajawa, Ditanam Belanda hingga Disajikan di KTT G205 Fakta Kopi Flores Bajawa, Ditanam Belanda hingga Disajikan di KTT G20 Foto: Getty Images/iStockphoto/Schwede-Photodesign

Sejarah Panjang Kopi Bajawa

Menurut catatan JYN Coffee, kopi Flores telah dibudidayakan sejak ratusan tahun lalu. Teknik penanamannya tetap mempertahankan kearifan lokal, dengan fokus pada kelestarian lingkungan. Kopi ini tumbuh subur di ketinggian 1.200–1.600 meter di atas permukaan laut, didukung tanah vulkanik yang kaya nutrisi. Proses perawatan hingga pascapanen pun masih dilakukan secara tradisional.

Warisan Budaya yang Dipertahankan

Keterampilan mengelola kebun kopi di Flores diwariskan turun-temurun. Anselmus Menge, mantan Ketua Kelompok Tani Fa Masa, mengungkapkan bahwa keluarganya telah menanam kopi sejak 1968. Awalnya, harga jual kopi hanya Rp600 per kilogram. Namun, seiring waktu, petani mulai beradaptasi dengan pelatihan untuk meningkatkan nilai jual.

Anselmus sendiri mulai menanam kopi pada 2004 di lahan seluas 1,5 hektar. Berkat upaya tersebut, harga kopi gelondong merah sempat melonjak hingga Rp2.500 per kilogram.

Puncak Kejayaan Ekspor Kopi Flores

Flores pernah menjadi salah satu penyumbang ekspor kopi terbesar di Indonesia. Pada 2016, petani di Kabupaten Ngada berhasil mengirimkan 233 ton kopi kering ke Amerika Serikat, menghasilkan pendapatan hingga Rp14 miliar. Masa keemasan ini terjadi antara 2016–2018, saat iklim masih mendukung pertumbuhan kopi.

Namun, situasi berubah drastis akibat perubahan cuaca. Data BPS NTT menunjukkan penurunan produksi yang signifikan. Pada 2021, hasil panen mencapai 2.502,4 ton, tetapi turun menjadi 736,4 ton di 2023 dan 676,4 ton di 2024.

Petani menuangkan hasil panen kopi jenis Robusta ke dalam karung di perkebunan Desa Sidoharjo, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (22/8/2025). Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) menyatakan produksi kopi pada awal tahun 2025 tumbuh sekitar 40-60 persen disebabkan produksi biji kopi kembali normal, dibandingkan tahun sebelumnya yang terganggu fenomena alam La-Nina dan El-Nino yang mempengaruhi hasil panen. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/rwa.Sayangnya, biji kopi di Flores terancam punah sebab perubahan iklim. Foto: ANTARA FOTO/ANIS EFIZUDIN

Ancaman Perubahan Iklim

Penelitian menunjukkan bahwa suhu ideal untuk kopi adalah sekitar 23°C. Jika lebih panas, buah kopi matang terlalu cepat dan kualitasnya menurun. Sementara suhu di atas 30°C dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Dengan lahan seluas 1.807,47 hektar dan produktivitas hanya 600–1.000 kilogram per hektar, masa depan kopi Flores kini berada di ujung tanduk.

Previous post Rahasia Menu Lezat yang Dimasak Sejak Subuh
Next post Keunggulan Ompreng Stainless Steel 304 yang Wajib Diketahui