
“Korsel Manfaatkan K-Pop & K-Drama untuk Pariwisata, Tapi Diskriminasi ke Solo Traveler?”
Korea Selatan Sukses Tarik Wisatawan, Tapi Masalah Layanan dan Harga Mengancam Citra
Korea Selatan telah berhasil memikat jutaan wisatawan berkat daya tarik K-Drama dan K-Pop. Namun, di balik kesuksesan itu, beberapa pengunjung—khususnya yang traveling sendirian—mengalami pengalaman kurang menyenangkan, mulai dari diskriminasi hingga kenaikan harga yang tidak wajar.
Restoran di Yeosu Usir Pengunjung Solo, Viral dan Dikecam
Yeosu, kota di Provinsi Jeolla Selatan, menjadi destinasi populer setelah muncul dalam sejumlah drama Korea seperti *Hometown Cha-Cha-Cha*, *Uncontrollably Fond*, dan *My Love from the Star*. Namun, lonjakan turis di musim panas ini juga diwarnai keluhan. Seorang wisatawan perempuan mengunggah pengalamannya di media sosial setelah diusir dari sebuah restoran terkenal karena makan sendirian.
Menurutnya, pemilik restoran marah dan berkata, *”Tempat kami bukan untuk pengunjung solo. Makanlah cepat!”* Padahal, ia sudah memesan dua porsi makanan. Setelah 20 menit merasa tidak nyaman, ia memutuskan pergi, tetapi pemilik justru mengusirnya dengan kasar. Video kejadian itu viral, memicu kecaman publik. Restoran tersebut akhirnya meminta maaf dan menutup sementara operasinya.
Masalah Sanitasi dan Aturan Baru untuk Restoran
Yeosu juga menghadapi isu sanitasi. Sebuah restoran di Gyo-dong ketahuan menggunakan kembali sisa makanan untuk dijual, sehingga pemerintah setempat memberi sanksi tutup selama 15 hari. Pihak berwenang kemudian mengumumkan pemeriksaan menyeluruh terhadap restoran mulai Senin hingga Kamis, termasuk larangan memaksa pengunjung solo memesan lebih dari satu porsi.
Insiden Serupa Terjadi di Sokcho
Kasus serupa terjadi di Sokcho, di mana seorang pengunjung kios makanan laut di Pasar Cumi Pelabuhan Dongmyeong didesak untuk makan cepat. Dalam video viral, pelanggan protes, *”Baru 14 menit sudah begini, bukankah terlalu berlebihan?”* Akibatnya, kios itu ditutup hingga akhir Agustus, dan seluruh pasar akan menjalani penutupan sementara untuk pelatihan ulang.
Tarif Penginapan Melonjak Drastis
Selain layanan yang diskriminatif, kenaikan harga penginapan di Kota Gangneung, Chuncheon, dan Hongcheon juga jadi sorotan. Di musim ramai, tarif kamar untuk empat orang bisa mencapai 1 juta won (Rp11,7 juta) untuk hostel dan 2 juta won (Rp23,4 juta) untuk hotel. Bahkan, beberapa motel mengenakan harga 400.000 won (Rp4,6 juta)—naik lebih dari tiga kali lipat dibanding harga normal.
Kontroversi ini muncul saat Provinsi Gangwon berupaya mempromosikan 2025-2026 sebagai *Tahun Kunjungan Gangwon*. Pejabat setempat mengaku tidak bisa mengatur harga kamar tetapi menjanjikan program pengaduan konsumen dan evaluasi kebijakan industri.
Para kritikus memperingatkan, jika masalah layanan dan harga tak ditangani, reputasi pariwisata Korea Selatan—baik di mata turis lokal maupun internasional—bisa terancam.