
Menhut Raja Juli Buka Suara Soal Izin Pembangunan 600 Vila di Pulau Padar yang Kontroversial
Pembangunan Vila di Pulau Padar Dikaji Ulang, Kemenhut Pastikan Tak Ganggu Habitat Komodo
Rencana pembangunan ratusan vila di Pulau Padar, kawasan Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi sorotan. Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menyatakan akan mengecek kembali izin proyek tersebut. Meski PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) telah memiliki izin usaha sarana pariwisata sejak 2014, pemerintah berjanji memastikan pembangunan tidak merusak lingkungan atau mengancam habitat komodo.
“Data terkait 600 vila itu perlu disempurnakan lagi,” ujar Antoni, dikutip dari Antara, Kamis (7/8/2025). Dia menegaskan, meski aturan memperbolehkan kegiatan ekoturisme di zona pemanfaatan, Kemenhut akan mengawasi ketat agar tidak terjadi kerusakan ekosistem.
Pemerintah juga berkoordinasi dengan UNESCO, yang menetapkan Taman Nasional Komodo sebagai Situs Warisan Dunia pada 1991, untuk melakukan penilaian dampak lingkungan (EIA). Antoni menekankan, jika pembangunan tetap dilakukan, luas lahan yang digunakan tidak boleh melebihi 10% dari konsesi dan harus memenuhi syarat bangunan ramah lingkungan.
“Tidak boleh ada konstruksi beton, harus berbentuk knockdown,” tegasnya. Saat ini, belum ada aktivitas pembangunan karena proses seperti kajian UNESCO dan konsultasi publik masih berjalan.
Sebelumnya, sejumlah warga dan pelaku usaha menolak rencana ini, khawatir akan merusak lingkungan konservasi dan mengganggu mata pencaharian masyarakat sekitar.
Izin Pemanfaatan untuk PT KWE dari Pemerintah
PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) memperoleh izin resmi dari pemerintah untuk mengembangkan sarana wisata alam di Pulau Padar. Izin tersebut, berdasarkan SK Menhut No. SK.796/Menhut-I/2014 tertanggal 23 September 2024, berlaku selama 55 tahun.
Perusahaan ini diberikan hak mengelola lahan seluas 274,13 hektar (19,5% dari total luas Pulau Padar) untuk membangun 619 fasilitas wisata, termasuk vila dan spa. Namun, hanya 15,75 hektar (5,64% dari izin) yang akan digunakan untuk pembangunan fisik.
“PT KWE berhak mengelola zona pemanfaatan hingga tahun 2069,” jelas Kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) Hendrikus Rani Siga alias Hengki, Sabtu (2/8/2025).
Rincian proyek ini tercantum dalam dokumen Amdal yang disusun tim ahli IPB dan dipaparkan dalam konsultasi publik pada 23 Juli 2025. Pemerintah memastikan pembangunan akan berjalan sesuai aturan untuk meminimalisir dampak lingkungan.