Ribuan Orang Jepang Menghilang Tanpa Jejak, Apa yang Terjadi?

Jakarta –
Tidak banyak yang tahu bahwa setiap tahunnya, puluhan ribu orang di Jepang memilih untuk menghilang begitu saja. Angkanya mencapai 70.000 hingga 90.000 kasus per tahun. Sebagian besar berhasil dilacak, namun ada juga yang benar-benar lenyap tanpa bekas. Mereka dengan sengaja menghapus jejak, merancang skenario rumit sebelum menghilang, dan berharap tak pernah ditemukan. Inilah yang disebut *johatsu*—istilah dalam bahasa Jepang yang berarti “melenyap”.

### Asal Mula Fenomena Johatsu
Istilah *johatsu* pertama kali muncul pada 1960-an dan semakin dikenal publik setelah rilis film *A Man Vanishes* (1967) karya Shohei Imamura. Film pseudo-dokumenter itu mengisahkan seorang salesman dari Niigata yang tiba-tiba raib. Pada 1970-an, media massa kerap menggunakan istilah ini untuk menggambarkan orang-orang yang kabur dari tekanan hidup—mulai dari stres kerja hingga pernikahan yang tidak harmonis.

### Penyebab dan Dampak Krisis Ekonomi
Fenomena ini makin meluas pasca-robohnya gelembung ekonomi Jepang di tahun 1990-an. Banyak orang terjerat utang, memicu lonjakan kasus *johatsu*. Pada 1994, Masanori Kashimura bahkan menulis buku panduan berjudul *The Complete Manual of Disappearance*, berisi tips memulai hidup baru dari nol.

Alasan seseorang memutuskan hilang beragam: ada yang lari dari rentenir, hubungan toxic, penguntit, atau atasan yang otoriter. Tak sedikit juga yang kabur karena malu akibat bisnis bangkrut atau reputasi hancur. Dalam film dokumenter *Johatsu: Into Thin Air* (2024), sineas Andreas Hartmann dan Arata Mori mengungkap kisah-kisah pilu di balik fenomena ini, termasuk derita keluarga yang ditinggalkan.

### Kisah-Kisah di Balik Kehilangan
Salah satu kasus yang diungkap adalah seorang pria yang gemetar ketakutan menghadapi pasangan posesif. Ia akhirnya memilih menghilang demi kebebasan. Ada juga pasangan suami-istri yang mengungsi di sebuah *love hotel* setelah terus diancam bos mereka. Gaji mereka dipotong seenaknya, membuat hidup mereka bagai terpenjara.

*”Mendengar cerita mereka saja sudah traumatis,”* kata seorang warga Jepang, seperti dikutip *Tokyoweekender*. *”Kita sering dengar soal perusahaan gelap, tapi biasanya di korporasi besar dengan budaya kerja keras. Ini berbeda—pekerja dipaksa membayar denda, dan mereka terjebak dalam ketakutan. Sekarang pun, mereka masih terkurung di *love hotel* itu, seperti hidup dalam penjara.”*

Fenomena *johatsu* bukan sekadar angka statistik, melainkan cermin dari tekanan sosial dan ekonomi yang mendorong orang mengambil langkah ekstrem: menghilang tanpa jejak.

Previous post Kondisi Terkini Jet Li Pasca Operasi Setelah Dilarikan ke Rumah Sakit
Next post 5 Makanan Rahasia Jepang yang Bikin Panjang Umur, Gampang Dicoba!