Ruwat, Demam Tinggi, hingga Permintaan Es Krim dan Sepeda

Banjarnegara –
Sepuluh anak dengan rambut gimbal menjalani prosesi ruwatan di Pendopo Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, bertepatan dengan perayaan dua abad Kota Wonosobo. Rambut gimbal mereka tidak muncul sejak lahir, melainkan tumbuh saat masih balita.

Ritual cukur rambut gimbal ini merupakan tradisi masyarakat Dataran Tinggi Dieng untuk membersihkan kesialan dan melindungi anak-anak dari malapetaka. Kepercayaan setempat menyebut anak berambut gimbal adalah titipan leluhur yang perlu dirawat melalui ruwatan agar terhindar dari pengaruh negatif.

Uniknya, waktu ruwatan tidak ditentukan oleh orang tua, melainkan oleh sang anak sendiri. Saat itulah mereka boleh meminta hadiah apa pun sebagai syarat pencukuran. Jika permintaan tidak dipenuhi, rambut gimbal bisa tumbuh kembali dan anak rentan sakit-sakitan.

Ritual ini kerap digelar secara massal dalam Dieng Culture Festival (DCF). Tahun 2025, acara berlangsung pada Sabtu (23/8) dan Minggu (24/8). Sejak 2016, tradisi ini telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Ruwatan Massal di Pendopo Wonosobo

Sepuluh anak berambut gimbal duduk berjejer di Pendopo Wonosobo, mengenakan pakaian serba putih. Setelah didoakan, rambut mereka dicukur oleh perwakilan Forkopimda setempat. Usai prosesi, permintaan masing-masing anak dipenuhi agar rambut tidak kembali gimbal.

Salah satunya, Silva Amanda Rahayu (7 tahun), meminta tempe goreng dan gelang emas. Ibunya, Yuliana, bercerita bahwa rambut Silva mulai gimbal saat usia satu tahun, disertai sakit gatal. “Anak berambut gimbal cenderung lebih aktif,” ujarnya.

Kisah serupa datang dari Yudi Setiawan, ayah Seza Raika Azahra. Rambut putrinya tiba-tiba gimbal setelah demam tinggi saat berusia dua tahun. “Sudah disisir, tapi tetap gimbal. Tetangga menasihati kami untuk membiarkannya karena dianggap titisan Kyai Kolodete,” katanya. Seza meminta kesehatan dan sepeda ontel, yang langsung diberikan setelah ruwatan.

Prosesi di Candi Arjuna

Ritual serupa digelar di Candi Arjuna saat DCF XV. Delapan anak terpilih melalui asesmen adat, termasuk peserta dari Batang, Yogyakarta, dan Jakarta. Menteri AHY dan Gubernur Jawa Tengah turut hadir, dengan AHY mencukur rambut Faiza Ahmad Al-Afghani (7,5 tahun) asal Kulon Progo. Faiza meminta mobil remote control dan bersikeras dicukur oleh AHY.

Tahun ini, DCF mengusung tema “Back to Culture” tanpa pertunjukan *Jazz Atas Awan* atau penjualan tiket biasa. Sebagai gantinya, panitia menjual paket suvenir berisi batik Gumelem dan cenderamata Dieng—3.000 paket ludes terjual.

Rangkaian acara dimulai dengan Dieng Bersih, jalan sehat sambil memungut sampah, diikuti Kongkow Budaya, orkestra *Dieng Symphony*, dan penerbangan lampion. Hari kedua puncaknya adalah kirab budaya menuju Candi Arjuna, diikuti 130 peserta dengan pakaian adat Nusantara.

Pameran UMKM juga digelar di tiga lokasi, menampilkan produk lokal dan makanan tradisional, sebagai upaya penguatan ekonomi masyarakat.

Previous post Menteri Kesehatan Targetkan Masyarakat Indonesia Panjang Umur dan Terhindar dari Penyakit Jantung-Stroke
Next post Hutan Kota Patriot Bina Bangsa yang Menyejukkan