
UEA Tegaskan Pencaplokan Tepi Barat sebagai Garis Merah bagi Israel, Peringatan Keras Disampaikan
Abu Dhabi –
Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) mengeluarkan peringatan keras kepada Israel terkait rencana aneksasi sebagian wilayah Tepi Barat. Sebagai negara yang telah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, UEA menegaskan bahwa langkah tersebut akan melampaui batas toleransi dan berpotensi merusak perdamaian regional.
Asisten Menteri Urusan Politik Kementerian Luar Negeri UEA, Lana Nusseibeh, dalam pernyataannya kepada AFP, Kamis (4/9/2025), menyatakan bahwa upaya pencaplokan Tepi Barat oleh Israel dapat menghancurkan semangat Perjanjian Abraham—kesepakatan yang menjadi fondasi hubungan bilateral kedua negara sejak 2020.
Isu ini memanas setelah Israel menyetujui pembangunan permukiman besar di Yerusalem Timur bulan lalu, yang langsung memicu kecaman dari berbagai pihak internasional. Banyak yang menilai langkah ini sebagai ancaman serius terhadap masa depan negara Palestina.
Peringatan UEA muncul sehari setelah Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, mendorong aneksasi sebagian besar Tepi Barat. Pernyataan ini disampaikan menyusul pengumuman Belgia yang berencana mengakui kedaulatan Palestina—mengikuti langkah Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia sebelumnya.
“Sejak awal, kami melihat Perjanjian Abraham sebagai sarana untuk mendukung rakyat Palestina dan hak mereka atas negara merdeka,” jelas Nusseibeh.
“Rencana aneksasi Tepi Barat, yang dikabarkan sedang dibahas pemerintah Israel, adalah bagian dari upaya yang—menurut pejabat Israel sendiri—akan ‘mengubur impian negara Palestina’,” tambahnya.
UEA, bersama Bahrain dan Maroko, menjalin hubungan dengan Israel di bawah payung Perjanjian Abraham era Presiden AS Donald Trump. Langkah ini bertentangan dengan konsensus Arab sebelumnya yang menolak normalisasi hubungan tanpa penyelesaian konflik Palestina-Israel.
“Aneksasi Tepi Barat adalah batas yang tidak boleh dilanggar,” tegas Nusseibeh.
“Langkah ini akan merusak visi perjanjian, menghentikan proses integrasi regional, dan mengabaikan konsensus internasional tentang solusi dua negara yang hidup berdampingan secara damai,” ujarnya.
Pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat sendiri dianggap melanggar hukum internasional.
“Kami mendesak pemerintah Israel menghentikan rencana ini. Suara ekstremis, dalam bentuk apa pun, tidak boleh menentukan masa depan kawasan,” tandas Nusseibeh.