
Warisan Rasa sejak 1880 yang Tak Pernah Pudar
Cianjur – Tak hanya dikenal sebagai penghasil beras, Cianjur juga menyimpan keistimewaan lain: tauco Cap Meong. Bumbu khas ini telah bertahan sejak 1880 hingga kini, melewati lima generasi dengan cita rasa yang tetap autentik. Apa rahasia di balik ketahanannya?
Tauco Cap Meong buatan Nyonya Tasma kerap disebut sebagai “Tauco No. 1” di Cianjur. Klaim ini bukan tanpa alasan. Selain menjadi yang pertama hadir pada 1880, produk ini masih eksis hingga sekarang. Toko utamanya tetap berdiri di Jalan H.O.S. Cokroaminoto No. 160, Cianjur, meski kini dikelola generasi kelima dari keluarga pendirinya, Tan Kei Hian (Babah Tasma) dan Tjoa Kim Nio.
Awalnya, tauco ini diproduksi secara rumahan. Ketika permintaan meningkat, barulah diproduksi massal. Uniknya, suami-istri ini menciptakan dua varian rasa: manis oleh Babah Tasma dan asin oleh Nyonya Tasma. Setelah berpisah, masing-masing memberi label berbeda—Cap Gedong untuk Babah Tasma dan Cap Meong untuk Nyonya Tasma.
“Sekarang, Cap Gedong sudah sulit ditemui di pasaran, mungkin sudah tidak diproduksi lagi,” ujar Rahmat Fajar, pemandu kunjungan 50 anggota Komunitas Japas Bogor ke toko Cap Meong pada Rabu (20/8/2025). Merek lain seperti Biruang, Badak, dan Harimau juga perlahan menghilang sejak beroperasinya Tol Cipularang pada 2005.
Bangunan toko Cap Meong masih mempertahankan nuansa tempo dulu, khas ruko Tionghoa. Meski luas, area penjualannya hanya sekitar 4×5 meter. Begitu masuk, aroma tauco yang khas langsung terasa, membawa nostalgia akan warisan kuliner yang telah bertahan puluhan tahun.
“Di sini hanya untuk memasak dan menjual tauco yang sudah difermentasi. Proses produksi awalnya dilakukan di pabrik di Gang Pelita,” jelas Abdul Raup, karyawan yang telah bekerja selama 35 tahun di Cap Meong.
Kini, bisnis keluarga ini dipegang oleh Stefany Tasma, generasi kelima yang membawa angin segar dalam pemasaran. Dengan latar belakang manajemen, ia memperkenalkan kemasan modern, diversifikasi produk, outlet baru di Gn Lanjung, dan penjualan online.
“Kami ingin modernisasi produksi tanpa mengubah cita rasa asli,” kata Stefany dalam wawancara dengan feastin.id (21/1).
Proses pembuatan tauco sendiri memakan waktu 3-6 bulan, melibatkan fermentasi kedelai dengan garam dan rempah dalam guci tanah liat. Semakin lama, rasa semakin gurih dan aromanya kian khas.
“Kedelai dijemur 3-4 hari, digiling, dimasak 6 jam, lalu diperam hingga berjamur. Setelah direndam air garam, didiamkan dua bulan hingga ‘madu’-nya keluar,” papar Raup.
Tauco kaya probiotik alami, baik untuk pencernaan dan imunitas. Sejarahnya di Nusantara tercatat dalam tulisan Prinsen Geerligs (1895-1896) dan dikaitkan dengan jiang, bumbu Tiongkok kuno dari masa sebelum Dinasti Chou (722-481 SM).


